ACTANEWS,CO.ID - PENELITIAN, perkembangan filsafat ilmu dari era klasik hingga modern, menyoroti cabang-cabangnya seperti epistemologi, ontologi, dan aksiologi. Selain itu, menjelaskan bagaimana filsafat ilmu berinteraksi dengan agama, mempertimbangkan pandangan yang saling melengkapi atau membedakan, dan membahas tentang kebenaran dan pengetahuan.
Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi,menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecendrungan yang terjadi dikalangan para ilmuan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
PENGERTIAN OBJEK KAJIAN FILSAFAT ILMU
Objek kajian filsafat adalah pertanyaan-pertanyaan mendasar yang berkaitan dengan semua aspek kehidupan dan realitas yang kita hadapi. Filsafat bukan sekedar mencari jawaban langsung atas persoalan-persoalan hidup, tetapi lebih pada menggali dan memahami dasar-dasar dari segala sesuatu yang kita alami dan pikirkan. Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting seperti: "Apa itu kenyataan?", "Bagaimana kita bisa mengetahui sesuatu?", "Apa arti kebenaran?", "Apa yang membuat sesuatu itu benar atau salah?", dan "Apa tujuan hidup manusia? "
Dalam filsafat ilmu terdapat dua kategori objek, diantaranya :
1. Objek Material filsafat adalah segala sesuatu yang menjadi masalah oleh filsafat atau dalam filsafat.
2. Objek Formal ialah mencari keterangan sedalam-dalamnya tentang obyek material filsafat yaitu segala sesuatu yang ada atau Dari obyek formal inilah filsafat berbeda dengan ilmu ilmu lain, walaupun obyek materialnya sama, hal ini sebagaimana ciri filsafat mencari keterangan sedalam-dalamnya.
CABANG-CABANG FILSAFAT ILMU
Cabang-cabang utama filsafat ilmu menjelaskan berbagai pendekatan dan cara pandang terhadap ilmu pengetahuan yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia. Berikut adalah beberapa cabang utama dalam filsafat ilmu:
1. Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan, sumbernya, serta batas-batasnya. Epistemologi bertanya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana kita mengetahuinya, dan seberapa valid pengetahuan yang kita miliki. Beberapa pertanyaan yang diajukan dalam epistemologi meliputi: "Apa yang membedakan pengetahuan dari opini?" "Bagaimana kita bisa memastikan bahwa apa yang kita ketahui benar?".
2. Metafisika adalah cabang filsafat yang menyelidiki hakikat realitas dan eksistensi. Dalam konteks filsafat ilmu, metafisika berkaitan dengan pertanyaan mendalam tentang hakikat dari objek-objek ilmiah, seperti "Apakah konsep-konsep ilmiah menggambarkan realitas yang sebenarnya?" Metafisika juga mempertanyakan eksistensi konsep abstrak seperti hukum-hukum alam dan apakah mereka bagian dari realitas objektif atau hanya konstruksi manusia.
3. Logika memainkan peran penting dalam pengembangan argumen ilmiah dan penalaran yang konsisten. Logika membedakan antara argumen yang valid dan tidak valid serta membantu ilmuwan untuk menarik kesimpulan yang sah dari premis-premis yang ada.
4. Aksiologi Ilmu adalah cabang filsafat yang berhubungan dengan nilai-nilai. Dalam filsafat ilmu, aksiologi mempertanyakan nilai-nilai yang mendasari praktik ilmiah, seperti objektivitas, kebenaran, dan etika dalam penelitian.
5. Etika Ilmu menekankan bahwa ilmuwan harus bertanggung jawab secara etis atas penggunaan hasil penelitian mereka, terutama ketika penelitian tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat.
6. Filsafat Bahasa Ilmu mempelajari bagaimana istilah-istilah ilmiah digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep dan teori-teori ilmiah serta bagaimana bahasa memengaruhi cara kita memahami dunia ilmiah. Misalnya, apakah bahasa ilmiah benar-benar netral, atau apakah bahasa itu mengandung bias-bias tertentu yang memengaruhi pemahaman kita terhadap fenomena alam.
7. Filsafat Sejarah Ilmu mempelajari bagaimana ilmu pengetahuan berkembang dari waktu ke waktu. Ini mencakup studi tentang paradigma ilmiah (seperti yang diuraikan oleh Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolutions) dan bagaimana revolusi ilmiah terjadi. Filsafat sejarah ilmu mempertanyakan apakah ilmu pengetahuan berkembang secara kumulatif atau melalui pergeseran-pergeseran mendasar dalam cara kita memahami dunia. Ini mencakup analisis tentang bagaimana teori-teori lama ditinggalkan dan teori-teori baru diterima dalam komunitas ilmiah.
HUBUNGAN FILSAFAT ILMU DENGAN AGAMA
Hubungan antara filsafat ilmu dan agama telah menjadi peristiwa yang panjang sejak zaman dahulu kala. Keduanya mencoba menjelaskan realitas yang ada di dunia ini, namun dengan pendekatan yang berbeda. Ilmu filsafat menggunakan pendekatan rasional dan empiris, sedangkan agama menggunakan wahyu, iman, dan kepercayaan pada kebenaran transendental.
Namun, pada saat Renaisans dan Zaman Pencerahan, mulai muncul perbedaan antara ilmu dan agama. Tokoh-tokoh seperti Galileo Galilei dan Isaac Newton memperkenalkan metode ilmiah yang menekankan pada pengamatan empiris dan eksperimen, yang sering kali bertentangan dengan dogma agama. Misalnya, teori heliosentris (bahwa bumi berputar mengelilingi matahari) berbeda dengan pandangan gereja yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Hal ini memicu ketegangan antara ilmuwan dan otoritas keagamaan.
1. Persamaan antara Filsafat Ilmu dan Agama
Filsafat ilmu dan agama keduanya memiliki tujuan yang serupa: memahami kebenaran. Keduanya berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang asal usul alam semesta, tujuan hidup, dan hubungan manusia dengan realitas yang lebih besar. Dalam filsafat ilmu, pertanyaan-pertanyaan seperti “Bagaimana alam semesta berfungsi?” atau “Apa hukum-hukum alam yang mengatur dunia ini?” dijawab melalui metode ilmiah yang berdasarkan bukti empiris dan logika. Sedangkan dalam agama, pertanyaan-pertanyaan yang lebih bersifat transendental seperti “Mengapa kita ada?” atau “Apa tujuan hidup manusia?” dijawab melalui wahyu dan keyakinan akan Tuhan.
2. Perbedaan Filsafat Ilmu dan Agama
Perbedaan mendasar antara filsafat ilmu dan agama terletak pada metode yang digunakan untuk mencari kebenaran. Ilmu didasarkan pada metode empiris dan rasional. Artinya, pengetahuan ilmiah harus dapat dibuktikan atau diuji melalui pengamatan, eksperimen, dan logika yang dapat diulangi oleh siapa saja di mana saja. Ilmu membutuhkan bukti nyata yang bisa beroperasi.
Di sisi lain, agama didasarkan pada wahyu dan iman. Kebenaran agama tidak selalu bisa dibuktikan melalui metode empiris, melainkan diterima sebagai sesuatu yang dipercayai. Dalam agama, ada dimensi transenden yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera manusia atau metode ilmiah. Misalnya, konsep ketuhanan, surga, atau neraka, yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, namun diterima melalui iman dan wahyu. (GG)