PALOPO, ACTANEWS.CO.ID - Kementrian sosial baru-baru ini mengagas sebuah program populis yakni Sekolah Rakyat hal ini tentunya sangatlah mengejutkan bagaimna tidak,di tengah ketidakpastian ekonomi nasional lahir sebuah program yang tidak mencermikan keseriusan dalam penyusunannya dan akan menyerap anggaran cukup besar dari postur APBN serta Corporate social responsibility (CSR).
Dilain sisi, Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat, Mohammad Nuh, menyatakan bahwa Sekolah Rakyat akan menerapkan kurikulum khusus yang merupakan kombinasi dari kurikulum nasional dan kurikulum tambahan, atau yang disebut "Kurikulum Nasional Plus-plus" mengadopsi kembali kurikulum yang gagal tentu sebuah tindakan yang keliru dan menunjukan ketidakmampuan Kementerian Sosial dalam menangani pendidikan.
Program Populis tersebut mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan termasuk Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Palopo (LMND Palopo) hal ini disampaikan oleh Adri Fadhli selaku Ketua LMND Palopo, bahwa ada beberapa dasar sehingga meminta Presiden Prabowo meninjau ulang program sekolah rakyat yakni:
1. Potensi Stigmatisasi Sosial
Istilah "Sekolah Rakyat" mengesankan bahwa sekolah ini hanya untuk masyarakat miskin atau terpinggirkan
serta dikhawatirkan menimbulkan diskriminasi dan membedakan kualitas pendidikan antara sekolah rakyat dan sekolah umum.
2. Dualisme dalam Sistem Pendidikan
Muncul kekhawatiran bahwa sekolah rakyat menciptakan sistem paralel yang tidak terintegrasi dengan sistem pendidikan nasional yang dapat memunculkan ketimpangan kurikulum, kualitas pengajar, dan akses fasilitas.
3. Tidak Tepat Kementerian Pengelola
Pendidikan adalah kewenangan Kementerian Pendidikan, bukan Kementerian Sosial,Kekhawatiran muncul soal kejelasan regulasi, standar mutu, dan pengawasan.
4. Risiko Pemborosan Anggaran
Banyak sekolah negeri yang masih kekurangan guru dan fasilitas akses prndidikan yang berkeadilan.
5. Kurangnya Kajian Akademik dan Partisipasi Publik
Rencana seperti ini dinilai kurang transparan dan tidak melalui kajian menyeluruh serta minimnya partisipasi dari tenaga pendidik, akademisi, dan masyarakat sipil memperbesar risiko kegagalan.
6. Efektivitas Program Diragukan
Tanpa jaminan kualitas pendidikan dan pengelolaan yang profesional, sekolah rakyat bisa menjadi program simbolik yang tidak berdampak besar pada pengentasan kemiskinan.
Sehingga menurut LMND secara organisasional baiknya dilakukan
Pengalihan Anggaran Sekolah Rakyat.
Daripada menghabiskan APBN terhadap pembangunan sekolah rakyat yang tidak memiliki capaian pasti terhadap pengentasan kemiskinan karena sampai saat ini belum memiliki blueprint dan tidak adanya perbedaan mendasar dibandingkan dengan sekolah pada umumnya maka kami mengusulkan agar anggaran pembangunan sekolah rakyat dialokasikan saja untuk :
1. Anggaran Sekolah Rakyat lebih baik dialokasikan untuk perbaikan infrastruktur dan layanan sekolah pada umumnya yang masih banyak membutuhkan sentuhan tangan pemerintah.
2. Anggaran Sekolah Rakyat bisa dipergunakan untuk meningkatkan bantuan beasiswa pendidikan berupa KIP Kuliah dan PIP yang selama ini hanya diberikan per tahun bisa ditingkatkan menjadi tiap 6 bulan sekali serta menambah jumlah penerima.
3. Anggaran Sekolah Rakyat bisa dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer yang selama ini mendapatkan penghasilan sangat minim.
4. Anggaran Sekolah Rakyat bisa diperuntukan untuk meningkatkan kualitas asrama–asrama mahasiswa.
5. Anggaran Sekolah Rakyat bisa dipergunakan untuk mensubsidi biaya pendidikan selama 4 semester pada perguruan Tinggi.
6. Anggaran Sekolah rakyat bisa dipergunakan untuk mensubsidi biaya pendidikan kesehatan seperti kedokteran yang biayanya sangat tinggi dan sulit dijangkau oleh kelas menengah maupun rakyat miskin. (RA)