PALOPO, ACTANEWS.CO.ID – Sikap Ketua DPRD Kota Palopo yang enggan menandatangani dokumen persetujuan bersama terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Tahun 2025 menuai sorotan dari berbagai kalangan.
Ivan Palampuri selaku Ketua Palopo Policy Institute, menilai keputusan Ketua DPRD tersebut tidak sejalan dengan semangat efisiensi anggaran sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
“Seharusnya Ketua DPRD melihat substansi. Dalam pembahasan APBD Perubahan 2025, justru ada penurunan anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan fiskal daerah. Ini hasil evaluasi eksekutif, bukan langkah sepihak,” tegas Ivan Palampuri, Senin (15/9/2025).
Ivan menegaskan bahwa jika seluruh program dijalankan berarti pemerintah dipaksa untuk bertambah lagi utang 40 milyar karena pemerintahan sebelumnya sudah membuat manipulasi data dengan cara menaikkan nilai PAD daerah untuk mendaftarkan Palopo masuk dalam cluster membangun Program Multi Years padahal ini sangat membahayakan pemerintahan kota kedepannya. Ia juga menyebutkan bahwa Kadis Keuangan Palopo perlu di audit dan diperiksa mengenai perkara ini.
“Kami harap rekan-rekan media dan Para Pemerhati menulusuri kejadian ini karena utang kota Palopo 250 milyar jangan lagi bertambah malahan di pemerintahan baru Ibu Hj. Naili dan Pak Akhmad Syarifudin Daud utang ini harus berkurang kalau perlu hilang dan tak muncul lagi,” ujar ivan
Ia menambahkan, evaluasi yang dilakukan pihak eksekutif menemukan sejumlah persoalan krusial dalam pengalokasian anggaran sebelumnya. Jika tidak segera dikoreksi melalui APBD-P, hal itu berpotensi menambah beban utang daerah dan mengganggu stabilitas fiskal Kota Palopo.
“Kalau Ketua DPRD menolak menandatangani, berarti beliau menutup mata terhadap risiko keuangan daerah. Padahal, koreksi anggaran ini justru untuk menyelamatkan Palopo dari jebakan defisit dan utang yang lebih besar,” lanjutnya.
Ivan Palampuri juga mengingatkan, APBD Perubahan adalah produk bersama eksekutif dan legislatif, sehingga penolakan tanpa dasar yang jelas dapat merugikan masyarakat.
“DPRD itu mitra pemerintah, bukan penghalang. Jika ada koreksi dari pusat dan eksekutif, mestinya didukung demi kepentingan rakyat,” pungkasnya. (RA)
Leave a Reply