Eksekusi Harta Warisan di Palopo Gagal: Juru Sita Diusir, Supremasi Hukum Dipertaruhkan

|

9 Views

PALOPO, ACTANEWS.CO.ID – Pelaksanaan eksekusi harta warisan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di Kelurahan Ponjalae, Kota Palopo, Sulawesi Selatan, terhambat setelah petugas juru sita Pengadilan Agama (PA) Palopo diusir oleh sekelompok orang yang diduga terkait organisasi masyarakat (ormas). Peristiwa yang terjadi Senin (27/10/2025) lalu. Pagi itu memunculkan kekhawatiran atas terganggunya supremasi hukum.

Diketahui, sengketa waris ini berawal dari Gugatan Warisan yang diajukan oleh 12 orang yang terdiri dari 7 ahli waris dan 5 ahli waris Pengganti selaku penggugat dan Amiruddin Haring, selaku tergugat.

Para penggugat menuntut warisan harta peninggalan dari Alm H. Haring Bin Boba dan Hj Harfiah binti Kaso, berupa sejumlah sebidang tanah, kendaraan mobil dan perahu, serta emas yang menurut para penggugat dikuasi oleh tergugat. Putusan PA Palopo Nomor 120/Pdt.2022/PA.Plp tanggal 6 Juli 2022. Menolak seluruh gugatan penggugat, pada tingkat banding mengabulkan permohonan para penggugat untuk seluruhnya berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar dengan Nomor Perkara 99/Pdt.G./2022/PTA.Mks, yang di putus pada tanggal 21 September 2022.

Tidak menerima putusan tersebut, tergugat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung, MA melalui Putusan Nomor 276 K/Ag/2022 tanggal 13 April 2023 mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian. Lalu tergugat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) namun ditolak pada 2 Juli 2024, sehingga putusan tersebut telah inkrah dan mengikat, menetapkan hak waris bagi para penggugat dan tergugat.

Dari beberapa objek sengketa waris, yang diputus inkra yang ditetapkan sebagai objek warisan yaitu sebidang tanah seluas 6060 m2 terdiri dari beberapa sertifikat satu diantaranya dengan luas 471 m² bersertifikat Hak Milik atas nama Amiruddin Haring beralamatkan di jalan cakalang baru, Kelurahan Ponjalae, Kecamatan Wara Timur, Kota Palopo.

Saat tiba di lokasi untuk melaksanakan sita eksekusi, petugas juru sita langsung dihadang dan diusir secara paksa. Tindakan tersebut dinilai sebagai bentuk perintangan terhadap proses penegakan hukum.

Menurut Ardianto Palla, S.H., penasihat hukum para pemohon eksekusi, penghalangan eksekusi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan Pasal 212 dan 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

”Penghalangan eksekusi merupakan delik biasa, bukan delik aduan. Aparat penegak hukum dapat bertindak langsung tanpa menunggu laporan,” ujar Ardianto kepada media melalui pesan WA Jum’at (31/10/25)

Ia menambahkan, juru sita atau pihak yang dirugikan berhak melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian sebagai bentuk penghinaan terhadap putusan pengadilan.

Kegagalan pelaksanaan sita eksekusi ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi peradilan. Putusan yang telah inkrah menjadi tidak bermakna jika tidak dapat ditegakkan, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi pihak yang berhak.

Lebih jauh, peristiwa ini dapat menciptakan preseden buruk. Jika tidak ditangani secara tegas, tindakan serupa berisiko berulang, melemahkan wibawa negara, dan memicu ketidakstabilan sosial.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian setempat terkait langkah penindakan terhadap pelaku penghalangan. Pengadilan Agama Palopo juga belum memberikan pernyataan resmi mengenai penjadwalan ulang sita eksekusi.

Para pihak yang berkepentingan mengharapkan aparat penegak hukum segera bertindak untuk memastikan putusan pengadilan dapat dilaksanakan tanpa hambatan, demi menjaga integritas sistem peradilan dan supremasi hukum di Indonesia. (RA)

Gladys Nabila Avatar

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *