Keseimbangan Antara Kebebasan & Tanggung Jawab Media Dalam Perspektif Islam, Oleh: Syaiful Rahman

|

15 Views

ACTANEWS.CO.ID – OPINI, Dalam kehidupan modern saat ini, media memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat. Setiap hari kita disuguhi berbagai macam informasi, mulai dari berita politik, hiburan, sampai opini publik yang tersebar di berbagai platform digital. Namun di balik derasnya arus informasi tersebut, muncul pertanyaan penting: sejauh mana kebebasan media bisa dijalankan tanpa menabrak nilai-nilai moral dan tanggung jawab sosial? Dalam pandangan Islam, kebebasan itu memang diakui, tetapi harus dibingkai oleh tanggung jawab yang berlandaskan pada ajaran Al-Qur’an dan akhlak yang mulia.

Islam tidak menolak kebebasan berekspresi. Setiap individu diberi hak untuk menyampaikan pendapatnya, berbicara, bahkan mengkritik, selama tidak menimbulkan fitnah, kebohongan, atau kerusakan sosial. Prinsip ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 6 yang berbunyi :“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” Ayat ini jelas menegaskan bahwa kebebasan menyebarkan berita harus diimbangi dengan tanggung jawab untuk memverifikasi kebenaran informasi tersebut. Dalam konteks media, ini berarti setiap jurnalis, penulis, atau pengguna media sosial wajib memastikan bahwa informasi yang disebarkan tidak menyesatkan masyarakat.

Kebebasan yang tidak disertai tanggung jawab akan berujung pada kekacauan informasi. Banyak contoh di dunia nyata ketika media justru menjadi sumber perpecahan karena tidak mengedepankan etika. Berita palsu, fitnah politik, atau konten provokatif seringkali dikemas seolah-olah benar hanya demi mendapatkan perhatian publik. Dalam Islam, hal seperti itu termasuk ghibah dan fitnah, yang keduanya sangat dilarang karena bisa merusak kehormatan dan kedamaian umat. Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah seseorang disebut pendusta bila ia menceritakan setiap hal yang ia dengar.” (HR. Muslim). Artinya, tanggung jawab dalam berkomunikasi adalah bagian dari keimanan.

Media dalam pandangan Islam seharusnya menjadi sarana tabligh, yaitu menyampaikan kebaikan dan kebenaran. Fungsinya bukan hanya memberi informasi, tapi juga membimbing masyarakat menuju nilai-nilai moral dan spiritual. Media yang Islami bukan berarti hanya menyiarkan hal-hal religius, tetapi media yang tetap menjaga kejujuran, keadilan, dan kemaslahatan umat. Dengan kata lain, media yang bebas tetapi bermartabat.

Di sisi lain, kebebasan media juga diperlukan agar kebenaran tidak tertutup oleh kekuasaan. Islam sendiri memberi ruang bagi kritik sosial yang bertujuan memperbaiki, bukan menjatuhkan. Dalam sejarahnya, para ulama dan cendekiawan Islam seperti Imam Al-Ghazali, Ibn Khaldun, hingga Al-Farabi, selalu menekankan pentingnya menyampaikan kebenaran meski kepada penguasa. Namun mereka juga selalu mengingatkan bahwa kritik harus dilakukan dengan adab dan niat yang lurus. Jadi, kebebasan media dalam Islam bukan berarti bebas tanpa batas, melainkan bebas yang diatur oleh etika syariah.

Fenomena media modern saat ini menunjukkan bahwa banyak pihak lebih mengutamakan popularitas dibanding kebenaran. Judul-judul berita yang provokatif dan sensasional sering kali digunakan demi mendapatkan klik dan perhatian. Akibatnya, nilai tanggung jawab sosial semakin pudar. Dalam konteks ini, Islam menawarkan konsep hisbah, yaitu pengawasan moral masyarakat agar tetap berada pada jalur kebenaran. Hisbah bisa diartikan sebagai kontrol sosial yang mendorong kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah keburukan (nahi munkar). Prinsip ini sangat relevan untuk diterapkan di dunia media masa kini.

Selain itu, penting bagi para pelaku media untuk memiliki kesadaran spiritual. Ketika seseorang sadar bahwa setiap kata dan informasi akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, maka ia akan lebih berhati-hati dalam menyebarkan berita. Islam mengajarkan bahwa lidah dan tulisan adalah amanah. Apa pun yang kita sampaikan kepada publik memiliki dampak luas, dan setiap dampak itu akan kembali kepada kita di akhirat. Kesadaran inilah yang menjadi inti dari keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab.

Dalam praktiknya, pemerintah dan masyarakat juga harus berperan aktif dalam menjaga keseimbangan ini. Pemerintah dapat membuat regulasi yang adil untuk mencegah penyalahgunaan media tanpa mematikan kebebasan berekspresi. Sedangkan masyarakat perlu dibekali literasi media agar mampu membedakan mana informasi yang benar dan mana yang menyesatkan. Dengan begitu, kebebasan media tetap bisa hidup, tetapi dalam koridor nilai-nilai Islam yang menekankan kejujuran, keadilan, dan kedamaian.

Bila keseimbangan ini bisa dijaga, maka media akan menjadi kekuatan besar yang mendorong perubahan positif dalam masyarakat. Media bukan lagi alat adu domba atau kepentingan politik sempit, tetapi menjadi sarana edukasi dan dakwah yang menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks negara Muslim seperti Indonesia, penerapan nilai-nilai komunikasi Islam dalam dunia media sangat penting agar media bisa ikut membangun masyarakat yang beradab, cerdas, dan berakhlak. Sebagai solusi, langkah konkret yang bisa dilakukan adalah memperkuat etika jurnalistik berbasis nilai Islam di setiap lembaga media, memberikan pendidikan literasi digital Islami bagi masyarakat, serta menumbuhkan kesadaran spiritual di kalangan insan media. Selain itu, lembaga dakwah dan pendidikan perlu ikut serta memberikan pemahaman bahwa kebebasan berpendapat adalah hak, tetapi harus digunakan untuk kemaslahatan, bukan untuk merusak. Dengan cara ini, kebebasan dan tanggung jawab bisa berjalan seimbang, sehingga media benar-benar menjadi sarana penyebar kebaikan sebagaimana yang diharapkan dalam ajaran Islam. (RA)

Gladys Nabila Avatar

Artikel Menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *