ACTANEWS.CO.ID – OPINI, Di era digital seperti sekarang, hampir setiap aspek kehidupan manusia terhubung dengan teknologi. Media sosial, video pendek (reals), podcast, dan berbagai platform digital telah menjadi ruang baru bagi masyarakat untuk mengekspresikan diri. Di tengah arusnya budaya digital ini, islam pun tidak luput dari proses adaptasi. Nilai-nilai keislaman kini tidak hanya di sampaikan melalui mimbar masjid atau majelis taklim, tetapi juga lewat layar ponsel
Budaya digital saat ini membawa banyak perubahan dalam cara kita berpikir, berinteraksi, dan bahkan beribadah. Akses terhadap informasi kini begitu mudah, termasuk informasi seputar agama. Namun kemudahan ini memiliki sisi lain arus digital juga membawa tantangan besar bagi keimanan dan identitas umat islam, terutama pada generasi muda . konten yang buruk, hinhgga fenomena fomo (Fear of Missing Out) membuat banyak orang merasa harus selalu mengikuti tren agar tidak tertinggal. Tanpa di sadari, hal seperti ini bisa menumbuhkan sikap lalai dan kehilangan makna hidup yang sebenarnya. Nilai-nilai islam seperti iffah (menjaga kehormatan), qana’ah (merasa cukup), dan tawadhu’ (rendah hati) sering kali terpinggirkan karena godaan eksistensi di dunia maya.
Islam sebenarnya sudah memberi landasan kuat untuk mengahadapi setiap perubahan zaman, termasuk di era digital saat ini. Al-qur’an mengajarkan seluruh umatnya untuk menjadi “ummatan wasathan” yaitu umat yang seimbang, tidak berlebihan, dan selau menggunakan akal dengan baik. Prinsip ini sangat bisa menjadi pegangan dalam menyikapi dunia digital. Yah misalnya le menggunakan media soaial bukan untuk pamer atau mencari validasi, tetapi untuk menyebarkan manfaat-manfaat kebaikan. Kita juag dituntut untuk memiliki literasi digital yang islami. Artinya, tidak hanya cerdas secara teknologi,tetapi juga memiliki kesadaran etis spiritual dalam penggunaanya.
Sangat perlu untuk menyaring informasi sebelum membagikan, menghargai privasi orang lain, dan menghindari ujaran kebencian adalah bagian dari ahlak digital yang sesuai dengan nilai-nilai islam. Tetapi juga bisa menjadi seumber dosa jika tidak dingunakan dengan hati-hati. Nah maka dari itu budaya digital memang terus berubah, tetapi nilai islam tetap bernilai abadi. Tantangan sebagai generasi muda muslim bukanlah menolak kemajuan, melainkan bagaimana beradaptasi tanpa kehilangan jati diri.
Kita bisa menjadi bagian bagian dari perkembangan zaman tanpa harus hanyut di dalamnya. Islam tidak anti teknologi, justru mendorong umatnya untuk terus belajar dan berinovasi, selama tidak melanggar batas syariat. kita juga punya tanggung jawab moral untuk menjadikan dunia digital sebagai ruang pembelajaran dan pengabdian. Menggunakan media sosial untuk berbagi ilmu, menebar semangat, dan memperkuat solidaritas adalah bentuk nyata dari amar ma’ruf nahi mungkar di era modern. Kita bisa berdakwah dengan cara yang sesuai dengan bidang kita masing-masing. Semua ini harus disertai dengan niat yang lurus. Jangan sampai dakwah digital hanya menjadi ajang mencari popularitas atau branding diri. Karena pada akhirnya, niatlah yang bisa menentukan nilai amal seseorang. Dalam islam, sekecil apapun amal baik yang dilakukan dengan ikhlas maka akan bernilai besar dis sisi Allah Swt.
Di sini ditegaskan bahawa islam dan teknologi tidaklah bertentangan. Islam adalah agama yang mendorong umatnya untuk maju dan berilmu, sedangkan teknologi adalah bagaimana kita menempatkan nilai-nilai islam sebagai kompas moral dalam menggunakan teknologi. Dunia digital bisa menjadi fitnah, tapi juga bisa menjadi ladang pahala, tergantung bagaimana kita menggunakannya. (RA)

Leave a Reply